“Dia mirip sekali dengan orang tuanya.” “Seperti pinang dibelah dua.” “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.” “Ayah dan anak sama saja.” “Dia mewarisi nama keluarga” atau “Dia benar-benar keturunan keluarga baik/buruk.”[1] Ungkapan-ungkapan tradisional itu secara singkat menggambarkan karakterisasi sebuah keluarga—ada yang memuji, ada yang tidak. Semua ungkapan menyimpulkan bahwa orang tua harus bertanggung jawab atas perilaku anak-anak mereka di kemudian hari—menjadi lebih baik atau buruk.
Umumnya, anak tumbuh menjadi seperti orang tua mereka. Anak cenderung menganggap tindakan orang tua mereka sebagai panutan dan berperilaku sama seperti orang tua mereka. Jika anak hidup serumah dengan orang tua perokok, anak akan meniru hal yang sama ketika beranjak dewasa. Jika anak hidup serumah dengan orang tua yang bersikap peduli, penuh kasih sayang, dan mendukung, mereka akan melakukan hal yang sama kepada anak mereka kelak, bahkan lebih. Berdasarkan kenyataan itu, kearifan lokal “melihat itu mempercayai” benar adanya. Hal yang dilihat dan dipercayai oleh anak akan membuat mereka menjadi seperti yang mereka yakini.
Pemikiran mutakhir tentang perilaku anak menyatakan bahwa perilaku anak berkaitan dengan 2 faktor: factor biologis dan lingkungan. Ilmuwan sosial dan peneliti genetika telah mengidentifikasi banyak siklus yang terulang dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Siklus mengajarkan kita bahwa berperan sebagai panutan bagi anak merupakan alat pendidikan yang sangat efektif. Menjadi panutan yang positif membutuhkan cara berpikir ke depan dan pengendalian diri. Orang tua perlu mengidentifikasi hal-hal positif yang dapat mereka lakukan sebagai panutan bagi anak mereka—hal-hal seperti kebahagiaan, perhatian, harga diri, kesabaran, kemurahan hati, disiplin diri, ketekunan, kebaikan, keberanian, dan kasih sayang. Contohnya, panutan dalam hal makan, orang tua harus makan makanan yang sehat dan bergizi, memperluas pikiran dengan bacaan yang mencerahkan, berolahraga untuk kesehatan fisik dan mental, berbicara dengan baik tentang diri kita dan orang lain, dan menikmati hidup bersama teman dan keluarga.
Berkaitan dengan sekolah, semua orang tua ingin anaknya sukses. Orang tua turut serta terlibat dalam mempersiapkan anak menghadapi tahun ajaran dan memastikan bahwa anak tidak sampai ketinggalan.
Kesiapsediaan
Keadaan siap sedia yang paripurna akan berkontribusi kepada anak dalam proses pemberdayaan diri dan kepercayaan diri di lingkungan sekolah dan sekitarnya. Pan Dunham, koordinator di Teacher College of San Joaquin, berkata, “Ketika kebutuhan anak terpenuhi… mereka akan merasa lebih percaya diri. Hal ini membantu mereka untuk bersikap mandiri”. Dunham membagi kesiapsediaan atas lima kategori utama: emosional, sosial, praktis, fisik, dan akademik.
Guru sebagai Sumber
Setiap langkah dalam perjalanan hidup seorang anak akan dibimbing oleh para guru. Katie Burns, guru di College of San Joaquin, berkata, “Saya merekomendasikan, agar orang tua segera membangun hubungan dengan guru-guru anak mereka. Jika guru memiliki hubungan yang kuat dengan orang tua, mereka dapat bekerja sama dengan orang tua untuk mendukung kesuksesan anak.”
Ada banyak cara menyenangkan, kreatif, dan mudah yang dapat dilakukan orang tua untuk melibatkan diri dengan kehidupan anak mereka: membuat rutinitas belajar; mempertimbangkan gaya belajar anak dan menciptakan lingkungan yang memenuhi kebutuhan individu anak; mengajukan pertanyaan terbuka untuk mendukung pembelajaran anak, seperti “Bagaimana kamu bisa sampai pada jawaban itu?”; memberikan pilihan terbimbing (misalnya, pekerjaan rumah mana yang ingin kamu kerjakan selanjutnya?); menguji pengetahuan anak sebelum ujian dengan memilih soal secara acak untuk dipecahkan. Jika anak tidak mampu menjawabnya, ulang kembalilah dan pelajari konsepnya kembali.
Menjadi orang tua adalah hak istimewa yang disertai dengan tanggung jawab yang besar. Semua tanggung jawab telah dipenuhi oleh orang tua dengan luar biasa. Dengan demikian, anak wajib menghargai kerja keras orang tua mereka dan menganugerahi orang tua mereka cinta sepenuh hati.
Sumber:
https://issuu.com/sanjoaquinmagazine/docs/sj_parents_sept-oct_2016_issuu; http://www.easternflorida.edu/community-resources/child-development-centers/parent-resource-library/documents/parents-powerful-role-models.pdf
[1] Ungkapan-ungkapan tradisional ini dapat merujuk kepada perilaku keluarga yang baik maupun yang buruk, tidak selalu hal yang baik. Misalnya, ungkapan “She/He lives up to the family name” dapat bermakna bahwa ‘anak itu bertindak/berperilaku sesuai dengan perilaku nenek moyang atau turunannya’. Nah, perilaku itu bisa baik atau buruk. Intinya, ‘anak mempertahankan perilaku atau tradisi keluarga’.
Alih bahasa: Aurelia Leona
Editor: Dr. Felicia Nuradi Utorodewo, S.S.