Oleh: Dr. Felicia N. Utorodewo
(Praktisi pendidikan dan pelatih bahasa Indonesia)
Inti Peraturan Presiden nomor 63 tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia berada pada Bab II, Bagian 1, Pasal 2, tentang “Ketentuan Penggunaan Bahasa Indonesia”. Dalam Bagian 1 itu, tercantum aturan bahwa penggunaan bahasa Indonesia harus sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang meliputi kaidah tata bahasa, kaidah ejaan, dan kaidah pembentukan istilah. Pembahasan kali ini akan difokuskan kepada kaidah pembentukan istilah.
Istilah berasal dari kata atau gabungan kata yang secara cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Jadi, memang istilah berasal dari sebuah kata umum yang kemudian diberi muatan makna sesuai dengan suatu bidang ilmu. Misalnya, kata bahasa yang bersifat umum berubah menjadi sebuah istilah ketika kata itu dibahas dalam bidang ilmu bahasa atau linguistik. Bahasa jadi memiliki makna konsep atau sifat yang khas, yaitu “bahasa adalah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk digunakan oleh para anggota masyarakat tertentu dalam berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasikan diri”.
Kata dibedakan dari istilah. Kata memiliki dua kriteria. Kriteria pertama, kata beraneka makna yang sangat terikat konteks. Misalnya, kata asam dapat digunakan dalam kalimat “Mangga muda itu asam sekali” dan “Mengapa mukanya asam begitu?” Kriteria kedua adalah bahwa kata berkonotasi (nilai rasa) sosial dan bersifat lokal. Misalnya, penggunaan kata besar, agung, raya, makro, termasuk juga kata gede. Kata makro sering digunakan sebagai istilah ilmiah (ekonomi makro). Kata raya sering dihubungkan dengan makna ‘liburan dan kemegahan’. Kata gede yang bersifat nonformal akan digunakan di wilayah tertentu, misalnya yang berdialek Betawi atau Jawa.
Sementara, istilah juga memiliki dua kriteria. Pertama, istilah hanya memiliki satu makna yang tidak terikat konteks. Dalam konteks apa pun maknanya sama. Misalnya, penyedap makanan dan msg (monosodium glutamat). Penyedap makanan sangat terikat konteks dan dapat berupa bumbu-bumbu, gula, atau garam, sedangkan msg bermakna tunggal dan tidak berubah karena tidak terikat oleh konteks. Kedua, karena bersifat tunggal makna, istilah tidak berkonotasi sosial dan bersifat internasional. Misalnya, kata bahasa dan istilah linguistik. Istilah linguistik tidak mengandung konotasi sosial dan dipahami dalam bidang ilmu bahasa secara internasional.
Ada dua jenis istilah, yakni istilah umum dan istilah khusus. Istilah Umum adalah istilah yang, pada awalnya, berasal dari bidang ilmu tertentu, dan kemudian menjadi kosakata umum karena digunakan secara luas. Misalnya, radio, daya, anggaran belanja. Perkembangan media informasi dan penggunaan media sosial mengakibatkan munculnya istilah dalam berbagai bidang, seperti coffee break (rehat kopi), talk show (temu wicara), deadline (tenggat waktu), time line (lini masa). Sementara, Istilah Khusus adalah istilah yang maknanya terbatas pada bidang tertentu saja. Misalnya, apendektomi, oksida, partikel. Biasanya. Istilah Khusus digunakan dalam karya ilmiah dan dalam pertemuan ilmiah atau kelompok khusus.
Pembentukan istilah memiliki lima persyaratan. Pertama, istilah yang dipilih merupakan kata atau frasa yang paling tepat untuk mengungkapkan konsep tertentu dan tidak menyimpang dari konsep itu. Kedua, istilah yang dipilih merupakan kata atau frasa yang paling singkat di antara pilihan yang tersedia dengan rujukan yang sama. Ketiga, istilah yang dipilih merupakan kata atau frasa yang berkonotasi baik. Keempat, istilah yang pilih merupakan kata atau frase yang eufonik (sedap didengar). Kelima, istilah yang dipilih merupakan kata atau frasa yang bentuknya sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Sumber kata atau istilah terpilih dapat berasal dari bahasa Indonesia dan bahasa Melayu, bahasa Nusantara yang serumpun, misalnya bahasa daerah, bahasa Jawa Kuno dan bahasa asing.
Pembentukan istilah dari bahasa asing atau bahasa Nusantara melampaui proses penyerapan sehingga kata itu diterima dalam kosakata bahasa Indonesia. Ada tiga cara penyerapan. Pertama, proses pemantapan, yaitu konsep sudah ada dan berasal dari bahasa Nusantara kemudian dimantapkan menjadi sebuah istilah, misalnya unduh, unggah. Kedua, proses perekaciptaan, yaitu konsep baru yang direkacipta sesuai dengan lingkungan dan corak kegiatannya dan diambil dari bahasa Nusantara, misalnya fondasi cakar ayam, jembatan simpang susun. Ketiga, proses pemadanan, yaitu konsep lama maupun konsep baru yang berasal dari bahasa asing diambil menjadi bahasa Indonesia, misalnya radio, bank. Proses pemadanan melalui tiga cara, yakni 1) penerjemahan, baik langsung maupun perekaan, download diterjemahkan menjadi unduh, tetapi penyerapan juga terjadi 2) berkaitan dengan ejaan dan lafal, misalnya kata download tadi menjadi donlot, dan 3) penyerapan terjadi dari gabungan penerjemahan dan penyerapan, misalnya subdivision menjadi subbagian.
Ternyata, di balik senarai padanan istilah asing ada proses penyerapan bahasa asing ke bahasa Indonesia. Semua itu telah diatur dalam Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI) yang dikeluarkan oleh Badan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Budaya.
Rubrik ini dipersembahkan oleh: