
Pengantar
Bahasa dan sastra Indonesia merupakan dua unsur yang masuk dalam kurikulum pendidikan Indonesia sejak dini dari jenjang PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga SMA/SMK. Sebenarnya, kedua unsur itu memiliki keterkaitan yang erat, namun keduanya juga memiliki perbedaan, baik dari segi pengajaran maupun penerapannya sehari-hari. Berikut akan diuraikan keterkaitan keduanya serta perbedaan keduanya dari sisi pengajaran dan penerapannya.
Keterkaitan Bahasa dan Sastra
Bahasa merupakan media utama bagi sastra. Sastra Indonesia ditulis dan disampaikan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa merupakan alat ekspresi utama dalam sastra. Sastra sebaliknya merupakan karya seni yang memperkaya bahasa Indonesia. Keduanya saling melengkapi satu sama lain. Bahasa memberikan struktur dan aturan, yang mungkin terasa kaku, sedangkan sastra membuat bahasa menjadi lebih luwes dengan memperluas batasan kreatif dalam penggunaannya. Sastra sering menjadi “ladang eksperimen” yang memperkenalkan kosakata baru, gaya bahasa, atau ungkapan khas.
Jangan dilupakan bahwa dalam masa pembentukan bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan, alat yang sangat efektif adalah karya sastra pada zaman Balai Pustaka (1917). Bahasa yang pada awalnya akan digunakan untuk kepentingan kolonial, berbalik menjadi senjata, alat persatuan bangsa Indonesia dengan Sumpah Pemuda (1928).
Fungsi dalam Pendidikan
Dalam kurikulum pendidikan, pembelajaran bahasa Indonesia sering digabungkan dengan sastra Indonesia. Tujuannya ialah agar siswa mampu memahami tata bahasa, struktur, dan kosakata melalui teks sastra. Namun, di samping itu, siswa diharapkan dapat mengembangkan dua hal lainnya. Pertama, siswa diharapkan dapat mengapresiasi karya sastra yang mengandung nilai budaya, moral, dan historis bangsa. Kedua, siswa diharapkan juga dapat menghasilkan karya sastra atau esai yang menarik.
Di Indonesia, pendidikan bahasa dan sastra menjadi lebih kompleks karena adanya bermacam-macam budaya di Indonesia. Berbagai pulau dan aneka kebudayaan tersebar dari Sabang hingga Merauke serta dari Miangas dan Pulau Rote. Setiap budaya memiliki kesenian tradisionalnya. Setiap budaya memiliki struktur bahasanya masing-masing dan setiap budaya, tentu, memiliki budaya sastranya masing-masing.
Pengaruh struktur bahasa daerah akan berpengaruh terhadap bahasa Indonesia yang digunakan sehari-hari. Contoh: (diambil dari sebuah iklan rokok yang menggunakan pola tata kalimat # 1)
- Pria punya selera (pengaruh dialek Melayu Indonesia Timur, pria pe selera)
- Seleranya pria (pengaruh bahasa Jawa, Selerane pria)
- Selera pria (struktur bahasa Indonesia yang baku)
Selain itu, aspek fonologis atau pengucapan pun berpengaruh. Misalnya: dalam bahasa Jawa bunyi bahasa [b] dan [p] dilafalkan lebih berat dan beraspirasi dibandingkan dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Bali, bunyi [t] diucapkan dengan meletakkan ujung lidah di langit-laingit keras, sedangkan dalam bahasa Indonesia bunyi [t] dihasilkan dengan meletakkan ujung lidah pada belakang gigi.
Dari kedua contoh itu, terlihat bahwa struktur bahasa Indonesia bukanlah struktur bahasa yang dikuasai dengan sendirinya (given) oleh penutur, namun harus diajarkan sebagai bahasa kedua.
Kenyataan lain adalah tidak semua daerah memiliki aksara. Akibatnya, dalam pendidikan sastra ada bagian karya sastra yang diwariskan secara turun-temurun melalui lisan, bukan dalam bentuk tulisan. Sastra seperti ini disebut sebagai tradisi lisan. Sastra lisan bukan sekadar hiburan, melainkan juga berfungsi sebagai media pendidikan, identitas budaya, dan alat komunikasi sosial dari masyarakat setempat. Tradisi lisan diajarkan di sekolah untuk mewariskan kearifan lokal setempat dan juga identitas lokal. Tradisi lisan diajarkan agar siswa dapat secara tidak langsung melestarikan bahasa dan budaya mereka. Dengan demikian, melalui bahasa dan sastra, siswa memperoleh kebanggaan atas jati diri mereka.
Pengaruh Sastra pada Perkembangan Bahasa
Sastra Indonesia memperkaya kosakata dan gaya bahasa, termasuk melalui karya-karya modern maupun klasik. Kata-kata baru atau ungkapan populer dari sastra bisa menjadi bagian dari bahasa sehari-hari. Pantun misalnya sering digunakan pada pembukaan atau penutupan acara resmi untuk mencairkan suasana.
Salah satu acara yang menarik untuk anak-anak ialah acara mendongeng. Seorang narator atau pencerita akan membawakan cerita atau dongeng kepada anak-anak. Biasanya, acara ini bersifat interaktif, anak-anak akan bergaya seperti tokoh dalam cerita, beronomatope (meniru) suara binatang atau benda-benda di sekitarnya. Kegiatan ini akan mengasah keberanian anak dan juga melatih lafal mereka agar mampu berbicara dalam bahasa Indonesia yang benar.
Dalam pengenalan karya sastra melalui tradisi lisan, siswa juga diajarkan konsep-konsep dasar setiap mata ajar melalui bahasa ibu mereka. Dengan demikian, siswa lebih menguasai substansi dari setiap pelajaran yang diberikan kepada mereka. Dongeng dan cerita dalam bahasa Ibu mereka memperkaya wawasan mereka tentang lingkungan hidup mereka.
Cobalah perhatikan film Moana. Film ini dibuat oleh Walt Disney Animation Studios dan dirilis oleh Walt Disney Pictures pada tahun 2016. Moana kaya akan nilai edukatif, terutama dalam memahami hubungan manusia dengan alam. Perjalanan Moana menggambarkan konsep pelayaran tradisional, dinamika ekologi laut, bahkan prinsip mitigasi bencana seperti perubahan lingkungan akibat ketidakseimbangan alam.

Dari film itu, anak-anak mempelajari budaya orang Polinesia. Mereka juga belajar peristilahan dan nama geografis dari lingkungan hidup Moana. Film itu kaya akan kearifan lokal orang Polinesia dan memperkenalkan aspek geografi dan geologi dari lingkungan mereka. Pelajaran mengenai bencana alam dan mitigasi disampaikan secara menarik dalam cerita itu.
Pilar Identitas Nasional
Baik bahasa maupun sastra Indonesia berfungsi sebagai media untuk memperkuat identitas nasional. Bahasa Indonesia merupakan lambang persatuan bangsa, sementara sastra Indonesia mencerminkan pengalaman, sudut pandang, nilai, kearifan lokal dan tradisi masyarakat Indonesia. Kedua unsur ini diharapkan akan menguatkan rasa jati diri, persaudaraan, kepemilikan, dan kebanggaan pada diri siswa sebagai bangsa Indonesia.
Pada masa pergerakan kemerdekaan Indonesia, salah satu pemersatu para pemuda dan perintis kemerdekaan Indonesia adalah karya sastra yang dihasilkan oleh Balai Pustaka (1917). Karya sastra yang diterbitkan itu menjadi dasar penelitian bahasa Melayu. Struktur, ejaan, serta gaya bahasanya digunakan untuk membuat standar bahasa Melayu. Kesadaran para perintis akan kekuatan bahasa Melayu sebagai pemersatu bangsa mencetuskan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Perbedaan Pengajaran serta Penerapan Bahasa dan Sastra Indonesia
Bahasa Indonesia. Pengajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk melatih siswa memahami dan menggunakan bahasa sesuai kaidah yang berlaku. Oleh karenanya, pembelajarannya meliputi aturan tata bahasa, ejaan, dan struktur, pemahanan kosakata, format penulisan, dan keterampilan berkomunikasi. Ada empat kemampuan praktis yang menjadi sasaran utama pengajaran berbahasa, yaitu mendengar, membaca, menulis, dan berbicara. Sistem pengajarannya bersifat normatif (ada aturan baku yang harus ditaati).
Bahasa diajarkan agar siswa mampu menggunakannya, sebagai alat komunikasi secara jelas dan efektif, baik dalam situasi formal maupun nonformal. Jadi, siswa mampu mengenali format dokumen resmi, jurnalistik, iklan, surat-menyurat, pendidikan, dan bisnis. Diharapkan pula melalui pengajaran bahasa, siswa mengenali penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari, yang praktis dan fungsional (language function and language usage).
Sastra Indonesia. Pengajaran sastra Indonesia bertujuan untuk mengasah kemampuan siswa dalam mengapresiasi seni dan budaya sebagai warisan budaya dan alat refleksi sosial. Oleh karenanya, pembelajarannya meliputi pengenalan alur cerita, tema, latar, gaya bahasa, format puisi, drama, dan makna tersirat dan tersurat yang ada di balik setiap karya sastra. Pemahaman seperti itu akan melatih siswa untuk melibatkan interpretasi dan pemaknaan yang lebih dalam atau subjektif. Sebaliknya, siswa akan belajar untuk mengekspresikan pikirannya dengan estetika, emosi, dan imajinasi. Sifat pembelajarannya ialah mengangkat sisi kreatif dan fleksibel dari bahasa. Siswa diajarkan untuk menikmati karya sastra sebagai alat hiburan, refleksi, kontemplasi, dan penyampaian pesan moral. Format penyampain itu dapat berwujud puisi, prosa, drama, dan esai naratif.
Kemampuan mengapresiasi karya sastra akan membawa siswa dalam pengayaan pengalaman hidup, sudut pandang yang baru, wawasan yang lebih luas. Siswa akan lebih mampu mengutarakan pikirannya dalam bahasa yang luwes dan memikat yang akan menambah kemampuan berkomunikasi siswa.
Penutup Bahasa Indonesia dan sastra Indonesia memiliki hubungan yang saling mendukung: bahasa memberikan sarana kepada sastra, sementara sastra memperkaya bahasa. Namun, dalam penerapannya, bahasa cenderung bersifat normatif dan praktis, sedangkan sastra bersifat kreatif dan ekspresif. Keduanya sama pentingnya, baik untuk pendidikan maupun penguatan identitas nasional bangsa.
- Purnatugas pada 2018 dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Uniersitas Indonesia (FIB-UI). Pendidikan terakhir Doktor dalam bidang Semantik-Leksikal. ↩︎