Literasi keuangan adalah essential life skills yang perlu dimiliki dan dilatih kepada siswa sejak usia dini. Literasi finansial yang baik yang diajarkan baik oleh guru dan orang tua akan mempersiapkan mereka menjadi pribadi yang bijaksana dan memiliki tujuan kemapanan finansial yang baik di masa depan. Lalu, bagaimana cara menumbuhkan kecerdasan literasi finansial untuk siswa tingkat sekolah dasar? Berikut adalah langkah pendidikan yang bisa dilakukan oleh guru.
- Wants VS Need
Langkah awal yang perlu dilakukan guru adalah membantu siswa untuk memiliki kemampuan dalam membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan adalah sesuatu yang perlu mereka miliki untuk bertahan hidup. Tetapi keinginan adalah sesuatu hal yang absolut tidak harus mereka miliki. Jika kesadaran ini sudah terbentuk sejak kecil, ke depannya siswa akan memiliki pendirian yang kuat dalam pengambilan keputusan keuangan.
Untuk mengajarkan siswa mengenai pengambilan keputusan pembelian antara kebutuhan dan keinginan ini, guru dapat menggunakan bantuan bagan dengan penjelasan sebagai berikut.

- Kotak A: Tingkat kebutuhan dan keinginan sama-sama tinggi. Hal ini biasanya berhubungan dengan peralatan sekolah
- Kotak B: Tingkat kebutuhan rendah tetapi keinginan tinggi. Biasanya hal ini berhubungan dengan hobi. Misalnya membeli barang-barang yang berhungan dengan idola
- Kotak C: Tidak terlalu butuh dan tidak terlalu ingin. Misalnya saat melihat sesuatu hal menarik/menggemaskan di media sosial.
- Kotak D: Tingkat kebutuhannya tinggi tetapi keinginannya rendah. Misalnya, hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan investasi/menabung sejak dini
Nah, ketika guru sudah menjelaskan mengenai analisis bagan di atas, berikut adalah bagan bantuan untuk pengambilan keputusannya.

Pada analisis Kotak A, maka keputusan yang harus diambil adalah mengeksekusinya segera. Keputusan yang harus dilakukan pada Kotak B adalah melakukan analisis dan menentukan tingkat prioritas terlebih dahulu, sehingga ada hal-hal penting yang terlebih dahulu dibeli dan ada hal yang harus ditunda pembeliannya atau dicari barang penggantinya. Untuk membantu memutuskan daftar prioritas, siswa juga dapat membintangi setiap barang pada daftar. Jika barang tersebut memiliki bintang terbanyak, maka barang kebutuhan tersebut yang harus didahulukan. Keputusan pada Kotak C adalah siswa harus menghindari pembelian tersebut dengan cara mengurangi waktu berselancar di e-commerce atau media sosial, sehingga mengurangi kesempatan mereka untuk terpapar iklan dari barang-barang yang tidak diinginkan.
Keputusan pada Kotak D adalah mengajak siswa merefleksikan mengenai sering atau tidaknya mereka mengeluarkan uang untuk sesuatu hal yang kurang bermanfaat. Guru harus mengajarkan siswa untuk menunda kenikmatan jangka pendek demi mendapat kenikmatan jangka panjang. Ada 4 (empat) level menunda kesenangan yang harus dilakukan
- Low: Membeli sesuatu dengan berhutang. Hal ini berarti seseorang tidak bisa menunda kesenangan atau keinginannya. Contohnya adalah menggunakan fitur paylater pada aplikasi perbelanjaan online demi mendapatkan keinginan secepatnya, hal ini biasa dilakukan oleh siswa SMP dan SMA. Sedangkan, siswa sekolah dasar bisa saja memiliki kebiasaan untuk meminjam uang temannya.
- Middle low: Sudah memiliki uang, tetapi uang tersebut langsung dibelanjakan. Padahal, hal yang seharusnya dilakukan adalah saving terlebih dahulu untuk mengantisipasi terjadinya kehabisan uang saat terjadi hal darurat.
- Middle up: Menabung terlebih dahulu, kemudian mengalokasikan sebagian dari tabungannya untuk membeli keinginan. Hal ini tentu lebih baik dari kedua poin di atas karena setidaknya siswa bisa menahan keinginan tanpa mengosongkan tabungan.
- Top: Siswa sudah memiliki tabungan deposito, kemudian bunga dari tabungan dipergunakan untuk membeli keinginan. Atau juga mungkin siswa sudah memiliki passive income sehingga tidak perlu mengurangi dari keuangan utama untuk membeli keinginan.
2. Spending Money Wisely
Tahapan kedua adalah mengajarkan siswa untuk terbiasa memeriksa dan mengukur pengeluaran pasif yang selama ini tidak terlalu disadari karena masih menggunakan uang orang tua. Misalnya, adanya pengeluaran setiap bulan yang autodebet untuk aplikasi-aplikasi yang tidak terlalu dibutuhkan, seperti aplikasi untuk menonton film, mendengar musik, aplikasi game online dan lain sebagainya. Guru perlu mengingatkan bahwa sesuatu yang tidak pernah diukur tidak akan pernah bisa ditingkatkan. Untuk itulah siswa perlu belajar mencatat, menghitung, dan menganalisis bagian mana pengeluaran yang konsumtif dan mana pengeluaran yang produktif.
Sesuatu konsumtif akan ‘memakan’ kita, artinya uang kita akan terus habis untuk membeli barang tersebut, sehingga planning keuangan tidak pernah terlaksana dengan baik. Tetapi ada juga pengeluaran yang kelihatan konsumtif, namun ternyata produktif seperti mengikuti pelatihan, les, dan lainnya. Hal tersebut terlihat menghabiskan uang atau konsumtif, namun sebenarnya produktif karena termasuk dalam investasi jangka panjang.
3. Budget Planning & Expenses Tracking
Ajak siswa untuk membuat target pengeluaran dalam waktu tertentu. Dari uang saku mereka, ajaklah siswa untuk melakukan alokasi dana dengan persentase tertentu untuk dikeluarkan berdasarkan kategori kepentingan, yaitu untuk ditabung, keinginan seperti jajan, dan juga untuk dibagikan sebagai amal. Guru perlu dengan sabar mengajak siswa dan bekerja sama dengan orang tua untuk mendidik siswa melakukan investasi sederhana dan sharing dari apa yang mereka miliki. Bukan jumlah uang yang ditabung maupun jumlah amal yang kita lihat dari anak, tetapi yang terpenting adalah bagaimana anak menjadi terbiasa disiplin dan bertumbuh menjadi pribadi yang terliterasi dengan baik serta memiliki kebiasaan yang baik. Dengan pembiasaan ini, niscaya siswa bertumbuh dan menghasilkan kebaikan di masa depan.
Yuk, mulai berikan literasi keuangan kepada siswa!