Bagaimana Mempersiapkan Pendidikan Karakter untuk Anak?

Share

Ditulis oleh: Isti N. Saptiono (pemerhati pendidikan dan penulis buku Menjadi Indonesia)

Apa yang dimaksud dengan karakter?

Menurut F.W. Foerster (1869-1966), karakter adalah sesuatu yang dimiliki seseorang yang menjadi ciri dan sifat tetapnya, yang akan menjadi dasar dalam menghadapi situasi yang selalu berubah. Jadi, karakter adalah seperangkat nilai yang menjadi kebiasaan hidup, sehingga menjadi sifat tetap dalam diri seseorang.

Dengan karakter itulah kualitas hidup seseorang ditentukan. Seorang filsuf Yunani kuno Heraclitus mengatakan, “Ethos anthropoi daimon” (Man’s character is his fate), yang artinya karakter seseorang akan mengantarnya pada nasibnya.

Oleh karenanya, pembentukan karakter yang baik sejak dini itu sangat penting. Karakter yang baik mencakup pengertian, kepedulian, dan tindakan berdasarkan nilai-nilai etika, serta meliputi aspek kognitif, emosional, dan perilaku dari kehidupan moral. Kita tentu menginginkan anak-anak kita memiliki karakter yang baik.

“Anak-anak adalah masa depan bangsa kita.”

Sudah sering kita mendengarnya, bukan? Akan tetapi, apa yang sudah kita persiapkan untuk mereka? Karakter seperti apa yang ingin kita bentuk bagi anak-anak kita untuk menghadapi permasalahan kehidupan di masa depan? Karakter anak-anak kita akan menentukan karakter bangsa dan mengantar kita kepada nasib bangsa. Oleh karenanya, kita perlu memberikan pola pendidikan karakter yang sesuai untuk anak-anak.

Kata kunci dari pembentukan nilai-nilai menjadi karakter adalah pembiasaan. Bagaimana kita memastikan anak kita mengalami proses pembiasaan nilai-nilai baik dalam kehidupan sehari-hari mereka? Apakah semua orang tua memahami pentingnya proses ini? Apakah para orang tua mampu memastikan anak-anak melalui proses itu dengan tujuan membentuk karakter mereka? Nah, di sinilah pendidikan karakter memegang peran yang penting.

Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah usaha sengaja (dilakukan dengan penuh kesadaran) untuk mewujudkan kebajikan, yaitu kualitas manusia yang baik secara objektif, bukan hanya baik untuk perseorangan, tetapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan (Thomas Lickona).

Pendidikan karakter bukanlah tanggung jawab sekolah semata, melainkan tanggung jawab bersama, yang melibatkan semua pihak yang menyentuh nilai dan kehidupan anak. Mulai dari orang tua, keluarga, lingkungan tempat tinggal, komunitas agama, komunitas sekolah, pelaku bisnis, pemerintah, pelaku media, dan masyarakat secara umum. Seperti pepatah Afrika mengatakan, “It takes a village to raise a child” (Dibutuhkan seluruh desa untuk mendidik seorang anak).

Bagaimana memberikan pendidikan karakter yang tepat? Bagaimana mengajarkan nilai-nilai baik kepada anak-anak kita sendiri dan juga anak-anak lainnya? Menurut Thomas Lickona, terdapat tiga komponen penting dalam pendidikan karakter, yaitu

  • moral knowing (pengetahuan tentang moral)
  • moral feeling (perasaan tentang moral), dan
  • moral action (perbuatan bermoral).

Kemudian, apa sasaran yang harus dicapai dalam pendidikan karakter? Sasaran tersebut meliputi aspek-aspek di bawah ini:

  1. Kognitif: dapat dipenuhi dengan mengisi otak anak didik, mengajarinya dari tidak tahu menjadi tahu, dan pada tahap-tahap berikutnya dapat membudayakan akal pikirannya, sehingga dapat memfungsikan akalnya menjadi kecerdasan intelektual.
  2. Afektif: berkenaan dengan perasaan, emosional, pembentukan sikap di dalam diri pribadinya sehingga terbentuk sikap simpati, antipati, mencintai, membenci, dan sebagainya. Semua sikap ini dapat digolongkan sebagai kecerdasan emosional.
  3. Psikomotorik: berkenaan dengan tindakan, perbuatan, perilaku, dan sebagainya.

Pendidikan Karakter di Indonesia

Pendidikan karakter di Indonesia bukanlah hal baru. Tokoh pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara (1889-1959), bahkan memasukkan unsur pendidikan karakter ini ke dalam konsep pendidikan secara umum. Beliau mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk mewujudkan perkembangan budi pekerti (nilai dan karakter), pikiran (intelektual), dan jasmani anak didik, untuk menuju ke arah masa depan yang lebih baik. Ki Hajar Dewantara sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan RI pertama telah berusaha menanamkan landasan utama bagi pendidikan nasional Indonesia.

Namun, seiring berjalannya waktu, arah, pola, dan sistem, pendidikan kita mengalami banyak perubahan. Bahkan, terjadi perubahan kurikulum pendidikan secara berulang-ulang. Kecenderungan pun muncul dengan mempersempit pendidikan menjadi “persekolahan”, yang kemudian dipersempit lagi dengan “pengajaran”. Selanjutnya, “pengajaran” dipersempit kembali dengan “pengajaran di ruang kelas” dan semakin sempit menjadi penyampaian materi kurikulum yang hanya berorientasi pada pencapaian target sempit ujian nasional (Helena Asri Sinawang, 2008).

Itu pula yang terjadi dengan pendidikan karakter dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter hanya terjadi sebagai salah satu mata ajaran di ruang kelas. Disampaikan dengan metode yang sama dengan metode pembelajaran mata ajaran lainnya. Diujikan dengan metode yang sama dengan mata ajaran lain. Semata-mata demi memperoleh nilai yang baik pada ujian nasional. Bagaimana mungkin karakter seorang siswa dinilai dengan kemampuannya memilih jawaban yang tepat pada soal-soal pilihan ganda yang seringkali dibuat sangat sembarangan untuk memudahkan proses penilaian guru?

Pendidikan karakter adalah sebuah proses panjang. Hasil pembelajarannya tidak mungkin dapat diukur dalam satu semester melalui ujian tertulis. Tiga sasaran penting dalam pendidikan karakter seperti yang disebutkan oleh Thomas Lickona di atas harus diolah dalam tahapan proses pembelajarannya. Masyarakat Indonesia begitu majemuk dan memiliki sejarah panjang dari leluhur kita sampai generasi sekarang. Maka, proses pembelajaran pendidikan karakter perlu melibatkan pemahaman dan pendalaman atas nilai-nilai luhur, budi pekerti, dan akhlak mulia yang berakar pada ajaran agama, adat istiadat, dan nilai-nilai ke-Indonesiaan. Pendidikan karakter di Indonesia harus berorientasi pada pengembangan kepribadian anak didik supaya menjadi manusia yang bermartabat, menjadi warga bangsa yang berkarakter sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa dan agama. Dengan kata lain, pendidikan karakter di Indonesia harus sangat kontekstual dengan memperhatikan aspek sosial, budaya, dan juga ideologi nasional, yaitu Pancasila.

Bagaimana pendidikan karakter berdasarkan Pancasila dapat dilakukan? Klik di sini!


Sumber Referensi:

  1. Nur Anisah. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Ki Hajar Dewantoro. IAIN Salatiga. 2015.
  2. Sabar Narimo, Sutama, Meggy Novitasari. Varia Pendidikan, Vol. 31, No. 1, Juni 2019: 39-44.
  3. Thomas Lickona. Character Matters: Persoalan Karakter. PT Bumi Aksara. Jakarta 2012.
  4. Thomas Lickona. Educating For Character: Mendidik untuk membentuk karakter: bagaimana sekolah dapat memberikan Pendidikan tentang sikap hormat dan tanggung jawab. PT Bumi Aksara. Jakarta 2012.
  5. https://www.watyutink.com/topik/humaniora/Kemana-Arah-Pendidikan-Indonesia

You may also like...

7 Responses

  1. Letna erling berkata:

    Terima kasih utk kiriman artikel yg bermanfaat imi

    • Siti Aisyah Rosyada berkata:

      Terima kasih kembali 🙂
      Silakan dapat dibagikan jika bermanfaat…

      Semoga Anda dan keluarga sehat selalu.

      Salam,
      Ocha
      Mentari Group

  2. Zahrul berkata:

    Semua pencerahan baru sehingga kami kembali tersadar dan terbangun kembali setelah sekian lama pandemi ini membatasi kita dalam belajar. Thank you so much. So helping

    • Siti Aisyah Rosyada berkata:

      Terima kasih karena sudah memaknai artikel ini dengan sungguh-sungguh. Tetap semangat dalam belajar dan mengajar! 🙂

      Salam,
      Ocha
      Mentari Group

  3. Siti Aisyah Rosyada berkata:

    Silakan, Ibu Christina, kami sangat senang jika dibagikan ke guru-guru, dengan mencatumkan nama penulis dan Blog Mentari 🙂

    Semoga sehat selalu.

    Salam,
    Ocha
    Mentari Group

  4. Siti Aisyah Rosyada berkata:

    Terima kasih kembali. Tetap semangat menuju SDM cerdas berkarakter! 🙂

    Salam,
    Ocha
    Mentari Group

  5. Siti Aisyah Rosyada berkata:

    Terima kasih kembali.
    Silakan dapat dibagikan dengan tetap mencantumkan nama penulis dan Blog Mentari 🙂

    Salam,
    Ocha
    Mentari Group

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *