Aku Anak yang Bahagia!

Share

Sekaranglah kesempatan untuk memperbarui keinginan-keinginan baik dan berkomitmen untuk membuat perubahan positif bagi diri sendiri dan keluarga. Buatlah resolusi tahun baru yang sederhana, tetapi efektif yang dapat membuat tahun yang lebih bahagia, lebih sehat, dan lebih seimbang. 

Apa Itu Kebahagiaan?

Pertama akuilah bahwa kebahagiaan itu subjektif dan sangat tergantung pada sikap setiap orang. Dengan demikian, jumlah pengertian dari kebahagiaan sama banyaknya dengan jumlah orang yang sedang mempelajari arti kebahagiaan. 

Dalam istilah Layman, kebahagiaan adalah suatu keadaan sejahtera yang ditandai dengan perasaan yang berawal dari kepuasan hingga kepada kegembiraan yang amat sangat dan juga pengalaman yang menyenangkan atau memuaskan. 

Apa yang Menentukan Tingkat Kebahagiaan Seseorang?

Penelitian mengungkapkan bahwa tingkat kebahagiaan kita (H [happiness]) ditentukan oleh titik ambang kebahagiaan kita (S [set point]), kondisi hidup (C [condition]) (yang dipengaruhi oleh aspek-aspek yang mengatur tabiat dan karakter seseorang, seperti depresi dan kualitas tidur), serta aktivitas yang dilakukan secara sukarela maupun disengaja (V [voluntary activities]). Martin Seligman mengajukan sebuah rumus untuk kebahagiaan: H= S+C+V. Lebih lanjut lagi, Sonja Lyubomirsky, seorang peneliti terkemuka dalam bidang kebahagiaan dan penulis buku The How of Happiness, mencantumkan persentase untuk komponen-komponen rumus tersebut. Dia menyarankan bahwa titik ambang kita, atau tingkat kebahagiaan ditentukan sejak lahir atau secara genetis, dan mencakup 50% dari kebahagiaan. Keadaan atau kondisi, seperti status pernikahan, pendapatan, dan penampilan menjadi 10% faktor penentu kebahagiaan; dan sisa persentase dari kebahagiaan terdapat pada aktivitas yang disengaja atau hal-hal yang dengan sengaja dilakukan untuk mengubah tingkat kebahagiaan. 

Bagaimana dengan Kebahagiaan Anak-Anak?

Bob Murray, PhD, penulis buku Raising an Optimistic Child: A Proven Plan for Depression-Proofing Young Children—for Life, mengatakan “Penelitian jelas menunjukkan bahwa anak yang bahagia dan optimistis merupakan produk dari keluarga yang optimistis dan bahagia, tanpa memandang struktur genetiknya.” Bagaimana cara menciptakan keluarga yang akan mengembangkan kebahagiaan anak? Baca lebih lanjut mengenai tujuh strategi yang akan meningkatkan kemampuan anak untuk berbahagia. 

  1. Memelihara Hubungan

“Masa kecil yang membuat anak merasa terhubung adalah kunci kebahagiaan,” kata Edward Hallowell, MD, psikiater anak. “Keterhubungan (connectedness)”—perasaan dicintai, dimengerti, diinginkan, diakui. Perasaan keterhubungan ini timbul sebagai pelindung terbesar dari penderitaan emosional, keinginan untuk bunuh diri, dan perilaku beresiko termasuk merokok, minum minuman keras, dan menggunakan narkoba. Christine Carter, PhD, direktur eksekutif University of California di Berkeley’s Greater Good Science Center, mengatakan, “Bukan hanya kualitas, tetapi juga kuantitas dari ikatan: lebih banyak keterhubungan yang diciptakan anak lebih baik.”

  • Tidak Perlu Terlalu Berusaha agar Anak Bahagia

Kedengarannya bertolak belakang dari tujuannya. Hal terbaik yang dapat dilakukan untuk kebahagiaan sepanjang hidup anak adalah dengan berhenti berusaha memberinya kebahagiaan sesaat. Orang tua harus menerima kenyataan bahwa mereka tidak selalu dapat membuat anak merasa bahagia (atau emosi lain berkait dengan perasaan)’ Dengan demikian, orang tua dapat mengurangi keinginan untuk “memperbaiki” perasaan anak. Orang tua sebaiknya mundur dan memberikan ruang bagi anak untuk mengembangkan keterampilan mengatasi dan bertahan dari masalah. Keterampilan itu akan dibutuhkan anak untuk mampu bangkit kembali dari kesulitan kehidupan yang tidak terelakkan. 

  • Orangtua juga Harus Bahagia

Hal terbaik yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk kesehatan emosional anak adalah merawat kesehatan emosional diri sendiri. Sisihkan waktu untuk beristirahat, berelaksasi, dan yang paling penting membina cinta kasih. Peliharalah hubungan dengan pasangan. “Jika orang tua memiliki hubungan yang baik dan berkomitmen satu sama lain, anak akan secara otomatis merasa bahagia,” kata Murray.

  • Memuji Hal yang Benar 

“Pujilah usaha yang dikerahkan bukan pada hasil akhirnya,” kata Murray, “Pujilah kreativitas, kerja keras, dan kegigihan yang dikeluarkan untuk meraih prestasi melebihi pujian untuk prestasi yang diraih.” Carter juga menyetujui bahwa tujuan akhir dari cara ini adalah untuk membangun “pola-pikir bertumbuh”, atau sebuah keyakinan bahwa setiap orang dapat meraih sesuatu melalui kerja keras dan latihan, dibandingkan dengan orang yang hanya mengandalkan bakatnya. 

  • Mengajarkan Kesuksesan dan Kegagalan

“Kemahiran, bukan pujian, merupakan pendukung harga diri yang sesungguhnya.” ucap Dr. Hallowell. Meskipun sangat sulit melihat anaknya berjuang, orang tua harus merelakan anak merasakan kegagalan agar anak merasakan ketegangan saat berusaha mahir dalam suatu hal. Melalui pengulangan pengalaman berkali-kali sehingga mahir, sikap ‘aku pasti bisa’ pada anak akan tumbuh. Sikap ini akan membuat anak siap menghadapi tantangan-tantangan di masa depan dengan penuh semangat dan optimism yang merupakan inti dari kehidupan bahagia. 

  • Memberikan Tanggung Jawab yang Nyata

“Kebahagiaan sangat bergantung pada perasaan bahwa semua hal yang dilakukan bermakna dan dihargai oleh orang lain,” menurut pengamatan Murray. Oleh karena itu, semakin sering orang tua menyampaikan sejak anak berusia belia bahwa dia telah memberi sumbangsih yang unik bagi keluarga, akan semakin besar pula kesadaran anak akan harga diri mereka dan terlebih akan kebahagiaan mereka. 

  • Melatih Kebiasaan Bersyukur

Terakhir, studi tentang kebahagiaan selalu menghubungkan perasaan bersyukur dengan kesehatan emosional. “Salah satu cara untuk memelihara kebiasaan bersyukur dalam diri anak-anak adalah dengan meminta setiap anggota keluarga untuk menyisihkan waktu dan mengucapkan dengan lantang, suatu hal yang mereka syukuri,” usul Carter. Dia juga meyakinkan bahwa “Kebiasaan ini akan menumbuhkan berbagai jenis emosi positif dan akan mengarah kepada kebahagiaan diri.”


Sumber: https://faculty-gsb.stanford.edu/aaker/pages/documents/ThePsychologyofHappiness.pdf; http://www.parents.com/toddlers-preschoolers/development/fear/raising-happy-children/

Alih bahasa: Aurelia Leona
Editor: Dr. Felicia Nuradi Utorodewo, S.S.

You may also like...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *